Cerpen. Mendengar dan pendengar

Disebuah terminal besar di daerah Jakarta selatan aku duduk di sebuah bus termangu memandangi orang yang lalu lalang tanpa pernah mengerti apa yang mereka cari.tiba tiba aku melihat seseorang yang pernah kukenal duduk bersama teman temannya tanpa pikir panjang aku memanggilnya ia hanya tertegun dan tersenyum lebar lalu memanggilku sambil melambaikan tangan.Aku pun turun dari bus mendekatinya.akhirnya kami mengobrol panjang lebar tanpa sedikit pun menyinggung masa lalu.Aku telah lama mengenalnya dia adalah bekas pacarku cukup lama kami tak pernah bertemu.Akhir cerita kutahu adalah aku pernah bertemu dengan istri dan tiga orang anaknya.Keberuntungan tak berpihak padanya setelah aku meninggalkannya begitu saudara dan temannya bercerita padaku.Aku hanya mengiyakan semua perkataannya.sambil memandangi orang yang berlalu lalang.Dalam hati bergumam beginilah hidup,kadang di atas dan di bawah.Dulu aku mengenalnya karena kesombongannya.saat itu aku ke terminal duduk disebuah warung bakso pedagang kaki lima yang kebetulan milik adiknya.Ia mengebrak meja sambil memaki orang orang didekatnya.Karena tersinggung aku memelototinya dia pun membalas,hatiku pun berang kemudian mengebrak meja hingga botol botol di meja terjatuh,tanpa berkata apa apa.Ia berdiri tubuhnya tinggi besar dan berpakaian rapi aku tersenyum mengejeknya.

“lu berani sama gue?” Ucapnya dengan logat Jawa yang kental.

“Kenapa engga?” Jawabku ikut berang.

“Sayang sih lu cewek kalo cowok gue ladenin!” ucapnya lagi.

“Heh emang gue takut?”Ucapku lagi bertambah berang.

Tiba tiba seorang lelaki berbadan besar datang dan menyapaku aku berbalik untuk melihatnya,dia Ucok kawan lamaku.Aku tersenyum simpul.kemudian aku membalikkan badan dan menyambung perkataanku pada lelaki jawa itu.

“mau yang laki laki?ini laki laki lawanlah dia!”Kataku mengejeknya tanpa pikir panjang.

Ia hanya berdiri tertegun.Ucok hanya memandangnya sambil mengejek.

“Kau pikir siapa dia mau kau lawan?Berani kau?lawan aku dulu.”kata Ucok dengan logat Medannya.

Aku hanya tersenyum melihatnya berdiri terpaku.Mereka telah saling kenal.Dia tersenyum kecut lalu menanyakan siapa aku.kemudian aku mengenalnya dengan nama Ali pekerjaannya agen sebuah undian berhadiah.Saat itu ia sedang marah pada anak buahnya dan aku pun sedang marah pada pacarku jadi ketika kami bertemu sama sama sedang naik darah dan ingin memaki orang lain.Pertemuan yang aneh.Beberapa bulan kemudian Ali menjadi pacarku selama satu tahun hubungan kami tak berjalan mulus .Saudara saudaranya tak menyukaiku dan aku berpikir bahwa Ali juga tak punya pekerjaan tetap satu satunya penghasilannya hanya sebagai agen itu pun dengan kucing kucingan dengan polisi.Kehidupan yang akan jauh dari ketenangan.Akhirnya kami memutuskan berteman saja.beberapa tahun berlalu kami pun sudah sama sama menikah dan mempunyai anak.

Waktu berlalu tahun demi tahun aku melupakannya.bertemu dengannya lagi hanya membuat hatiku resah aku tak mau dianggap pengganggu rmh tangga orang.Aku adalah orang yang sama ketika dia mencintaiku.Ali menceritakan rumah tangganya semua keluh kesahnya sampai ia selesai bicara aku masih terdiam membisu.tak ada yang bisa ku lakukan hanya memberikan saran yang bisa ia lakukan.Tiga kali hal itu terjadi aku cuma menjadi pendengar setia.Mendengar dan mendengar seperti pendengar sebuah radio.duduk manis tanpa berbicara apa apa seperti tanpa bosan.walau dalam hati merasa bersimpati aku tak menunjukan rasa simpatiku.setiap akhir dari pertemuan kami aku selalu mengingatkan pada tanggung jawab seorang laki laki,ayah dan suami.

Suatu hari aku pergi di terminal aku di tarik seorang laki laki gagah tinggi besar dia adalah Karim abang Ali aku diam dalam hati bertanya tanya ada apa sampai suatu tempat yang agak sepi ia memulai pembicaraan.

"De tolonglah Ali ia butuh nasihat.Kita telah sama sama dewasa dan kamu tahu dia masih mencintai kamu.Hanya kamu yang di dengarnya." Kata karim

"Insya allah saya akan membantu." Jawabku

karim lalu bercerita tentang masalah yang di hadapi Ali.lagi lagi aku hanya mendengar dan jadi pendengar.Dalam hati aku berkata selalu saja aku yang jadi pendengar.Siapa yang akan menjadi pendengarku?tanpa ku sadari aku mendesah.

Rupanya Karim salah paham dengan desahanku.Setelah Karim bercerita ia menyodorkan beberapa lembar uang ratusan ribu."Ambillah ini untuk membayar jasamu,sebagai penasehatnya."ujarnya

"Tidak perlu."kataku menolak mentah mentah.

"Aku lihat kamu keberatan,ambillah tapi jangan bilang siapa siapa dan aku juga tak akan bilang siapa siapa rahasia kita berdua.Asalkan kamu sudah memberinya nasehat itu sudah cukup walaupun sedikit,di pakai atau tidak terserah dia."katanya lagi

Aku tetap menolak.Lalu meninggalkannya meneruskan perjalananku yang tertunda dengan hati kalut.

Bertambah satu teman temanku yang mendengungkan resah hati bulir bulir kehidupan yang tak berpihak pada mereka.Mendengar dan mendengar membuatku mengambil hikmah dari perjalanan hidup orang lain.Tapi siapa yang akan mendengar resahku?biarlah angin yang membawa resahku.keresahan yang tiada beralaskan hanya membawa duka dan kemarahan.Aku bersyukur ternyata hatiku tak cukup resah di banding orang orang di terminal ini.mendengar dan mendengar membuatku menyadari lebih baik menjadi pendengar dari pada didengar.

***1-3-10***

0 Response to "Cerpen. Mendengar dan pendengar"

wdcfawqafwef