cerpen. kehidupan dua dunia

Siang  itu hujan lebat mengguyur Bekasi.Astrid ingin pergi ke rumah orang tuanya dan bertemu dengan teman fesbuknya.Astrid berjanji bertemu dengan salah satu friendlistnya teman dalam dunia mayanya.Jam dua siang hujan usai ia lalu pergi membawa si kecil yang berumur 6 tahun.Si sulung anaknya yang besar sedang bersekolah di sebuah sekolah menengah atas kelas 1 sudah bisa di tinggal menginap kalau pun tak betah di rumah bersama ayahnya ia akan menyusul ke rumah neneknya yang hanya memakan waktu dua jam perjalanan.
Cuaca sedang tak bersahabat di Jakarta.gerimis langit seakan ikut menangis bersamanya. Bimbang telah menyergapnya dari awal.Duka tengah menyelimuti jiwanya lagi pun Astrid tak tahu banyak tentang Jakarta hanya tahu kawasan yang sudah di kenalnya dari kecil itu pun di karenakan hampir  tak pernah berubah sejak berdiri.Kawasan pertokoan Blok M  yang telah memberinya  sejuta kenangan.
Jam hampir menunjukan pukul empat sore. Astrid telah berbicara pada ibunya ingin menitipkan si kecil dan pergi ke kawasan itu.
”Tak perlu pergi jika hanya membuatmu terluka nak.” Ujar ibu Astrid menasehati.
“ Biarlah ma tak kan pernah sembuh jika aku terus begini.” Ujar Astrid datar.
“Pelan pelan saja mba, masih banyak waktu untuk mengobati.” Kata adik Astrid ikut nimbrung
“ Tak kan pernah bisa sembuh tapi setidaknya bisa sedikit mengering dan aku harus mencobanya dari sekarang atau aku akan seperti hujan di luar sana.” Kata Astrid sambil memandang keluar.
  Gerimis tak jua reda.
“ Langit ini seperti  tahu hatiku saat ini aku ingin sekali menjerit keras atau menangis sejadi jadinya agar dukaku berkurang tapi  aku tak bisa bahkan untuk mengeluh.” bathin Astrid.
Handphonenya berbunyi lagu santana berjudul smooth terdengar mengalun.Di liriknya sebentar lalu menatap keluar gerimis tak jua berhenti.
“Andai aku pergi akankah hatiku sekuat kemarin? Bisakah aku tegar atau akan roboh ? Akankah air mata menetes ” Begitu banyak pertanyaan dalam hati Astrid .
Bertekad bulat Astrid melangkah tak menghiraukan hujan dan hatinya.Astrid tak ingin luka berganti fobia berkepanjangan dan menghempasnya menjadi manusia berhati lemah dan cenggeng. Dengan mengendarai bis Astrid memulai perjalanannya.Terakhir kali ia pergi ke kawasan itu air matanya tak berhenti mengalir saat itu beberapa bulan yang lalu.Masih teringat jelas olehnya saat itu Astrid menangis di sebuah warnet dalam toko buku itu menumpahkan semuanya pada sahabatnya walau pun sahabatnya sedang tidak online!Namun Astrid menangis tersedu dan itulah pertama kali dalam hidupnya Astrid menangis. Tak terasa telah sampai tujuan rintik hujan belum berhenti untuk kesekian kalinya rasa ragu menghinggapi.
Terminal sudah di hadapannya hingga tempat pemberhentian Astrid  belum turun dari bis.Astrid duduk terdiam memandangi kawasan itu.Tak di hiraukannya orang berlalu lalang atau sang kernet yang berteriak menegurnya untuk segera turun.
“turun ga ya?jika tak turun aku tak kan mampu bertahan jika tak turun aku akan menangis seumur hidupku dan mungkin aku juga akan kehilangan tempat dimana aku bisa menghibur diri hanya tempat ini yang terdekat dan  kutahu.” Bathin Astrid.
Tempat pemberhentian ke dua Astrid belum juga bergeming kabut kebimbangan masih menyelimutinya.Bis berjalan pelan.
“Bagaimana ini ? Apakah aku bisa ? jika tak kucoba aku tak tahu jika tidak bisa aku akan pulang saja.” Pikir Astrid.
Bis telah sampai di tangga pemberhentian  Astrid beranjak dari duduknya lalu turun.Matanya memandangi  tangga yang menurun membaca doa lalu terdiam seakan menikmati pemandangan di tangga itu.Meniti tangga  belasan doa tak henti di panjatkan berharap hatinya akan siap menghadapi dan mengalihkan kesedihannya pada doa doa yang ia panjatkan.Tangga hanya tinggal beberapa undakan Astrid berhenti matanya mulai berkaca kaca.Pandangan Astrid menyapu tempat  itu yang terlihat olehnya hanya putaran rekaman kehidupannya dulu bukan tempat itu terselip kepedihan ia mencoba menunduk untuk mengurangi kesedihan hatinya. Semua kenangan seakan berpendar di matanya Astrid merasa baru kemarin  semua terjadi satu persatu terbayang .Astrid menuruni tangga air matanya jatuh juga tak kuasa menahan kesedihannya.Kejadian itu telah lama berlalu.Betapa kejadian itu amat membekas di hatinya .bila Astrid tak ada janji  ia akan enggan melangkah ke tempat itu.Terlalu banyak kenangan menguras kesedihannya.
“untunglah aku tak memakai make up kalau pakai luntur semua” bathin Astrid sambil membersihkan air matanya yang tergenang.
 Astrid berhenti sejenak di tangga mengumpulkan kekuatannya,hatinya masih di liputi kebimbangan dan kesedihan.Beberapa orang lewat memperhatikannya dengan keheranan astrid semakin  menundukkan wajahnya tak ingin di ketahui orang ia telah menangis di tempat umum.Dengan gontai dan mata tertutup Astrid kembali menuruni tangga lalu berhenti. Kemudian melangkah mendekati  dan menghadap dinding  matanya masih tertutup.Astrid menahan nafas dan mengeluarkan bungkusan rokok dari kantong celana lalu menyulutnya.Di hirupnya dalam dalam lalu menghembuskan begitu saja tanpa menikmati aroma rokoknya seakan Astrid ingin membuang beban  hatinya dengan asap rokok itu.Ia tak memperhatikan tempatnya bersandar Astrid hanya melihat ke lantai mall masih mencoba  tegar walau pun sebenarnya ia telah tumbang. Jemari tangannya meraba  dinding,dinding yang seakan sudah mengenalnya belasan tahun lalu.Nikmat terasakan oleh jarinya sesuatu yang  indah dan kini menjadi beban untuk dirinya.Astrid merasakan seseorang telah memperhatikannya dan tak mempedulikannya.Beberapa hembusan asap rokok  dan sentuhan dinding menemaninya sesaat di lihatnya jam ia sudah terlambat lima menit lalu mengusap pipi dan membuang rokoknya.Sambil berjalan Astrid merapikan bajunya yang sudah acak acakan, ujung bajunya telah basah oleh air matanya.Sapu tangannya pun sudah hampir basah dan kotor karena air mata dan tetesan air hujan serta bedak yang ia pakai telah berpindah tempat.
Terburu buru Astrid berjalan tak mengindahkan godaan yang mampir padanya bahkan orang yang hampir di tabraknya.Bathinnya masih berbicara panjang tentang tempat itu namun logikanya masih berjalan tak di gubrisnya pembicaraan hatinya Astrid hanya ingin cepat sampai ke tujuan lalu pulang.Menata kembali hatinya di rumah.
Toko buku menjadi tujuan Astrid dilihatnya jam sudah terlambat sepuluh menit.Langsung menuju ke lantai dua di lihatnya di kaca penampilannya rambutnya acak acakan sekali lagi Astrid mengusap pipinya dengan tangan  biasanya Astrid tak pernah mengusap wajahnya dengan tangan kulitnya bereaksi  tajam terasa perih dan gatal namun sapu tangannya pun sudah kotor tak ada bedanya pikir Astrid.Mencoba setegar  gunung Astrid melangkah maju tak lagi menghiraukan perasaannya namun hanya sampai di akhir tangga eskalator.Berdiri mematung pandangannya kembali melihat kenangan itu untuk ke dua kalinya melihat rekaman kehidupannya dulu matanya mulai berkaca kaca rasa perih kembali menyanyat hatinya.Saat kesadarannya pulih Astrid mulai mengira ngira ciri orang yang akan di temuinya.
“Di foto orangnya tinggi setinggi apa ya sedangkan aku pendek begini.”pikir Astrid.
Pandangannya menyebar ke seluruh ruangan memperhatikan orang orang sekitarnya lalu menuju sederetan buku tempat mereka janji bertemu sambil mencoba menghibur dirinya agar bisa tersenyum.Akhirnya Astrid bertemu dengan  temannya ini pertama kalinya mereka bertemu.Obrolan kecil dan membicarakan beberapa buku mengawali pertemuan itu..Astrid mencium ada tanda tanya besar dari orang yang mengikuti dan memperhatikannya sejak tadi namun Astrid tidak menoleh.Matanya tertumpu sebuah buku Astrid berjalan dan mengambilnya lalu membukanya tiba tiba Astrid merasa dunianya kembali bersamanya berdiskusi di iringi canda tawa tak terasa olehnya senyumnya telah merekah kesadarannya terlena. Seseorang telah menyadarkannya,orang yang telah sejak tadi mengikuti dengan diam.Astrid menoleh tak ada siapa siapa hanya ada orang lain yang tak di kenalnya tak jauh dari situ namun itu bukan orang yang memperhatikan Astrid sebab orang itu tengah berada di samping Astrid tersenyum lebar memandangnya.Astrid terdiam namun bathinnya mulai berbicara, lancar dan penuh imajinasi kehidupan.Ajaib Astrid merasa lebih hidup lebih luwes dari sejak datang ke pertokoan itu Astrid mengikuti imajinasinya dan masih memegang kendali di alam nyatanya.
Mengikuti alurnya di tengah kawan baru tanpa merasa jengah sedikit pun dan tetap fokus membaca beberapa buku.Nyaman dan  dan seakan terbiasa hingga Astrid dan kawan barunya keluar dari toko buku lalu melanjutkan perjalanan ke mall Blok M dan menghabiskan waktu untuk mengobrol di sana.Astrid tetap menyelami dunianya sesekali menoleh ke samping memandang dunia imajinasinya.Rasa sedih masih menggantung di hatinya seakan tak ingin lepas.Pembicaraan Astrid meliputi dua dunia.
Tak segan segan Astrid mengajak temannya untuk datang ke rumah ibunya tak jauh dari kawasan itu yah Astrid memang ingin berteman dan tak ingin berteman hanya sekali atau dua kali bertemu.Baginya teman juga bisa menjadi saudara. .Imajinasi Astrid tetap mengikuti.


Beberapa hari berlalu Astrid belum bisa melupakan kesedihannya kemudian Astrid menelepon sahabatnya berharap hatinya ceria kembali.Di ujung telepon sahabatnya terdengar ceria jauh dari bayangannya.Astrid hanya berharap ia dapat menumpahkan kesesedihannya mengenai tempat kenangan mereka.Namun tanpa di sangka sangka sahabatnya telah tahu tentang kawan barunya dan berharap kawan barunya dapat menggantikan posisinya lalu menutup telepon.Astrid terperanggah kaget.Tak sedikit pun aku berfikir untuk berbicara tentang itu lagi lagi dia tahu apa yang telah terjadi pikir Astrid.


Orang dalam imajinasi Astrid adalah sahabatnya orang telah sekian lama mengisi kekosongan jiwanya.Sejak sahabatnya pergi jauh Astrid selalu di ikuti bayangannya dan sahabatnya selalu tahu semua yang ada di hati Astrid.Yang selalu datang saat Astrid merindukannya.Ia tak pernah bisa mengerti sampai kini Astrid hanya bisa mengira itu karena telepati.


***30-11-2010***

0 Response to "cerpen. kehidupan dua dunia"

wdcfawqafwef